Vox Point Indonesia Sampaikan Pernyataan Sikap Terkait Situasi Papua

Voxpointindonesia—Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Vox Populi Institute Indonesia menyampaikan sikap terkait situasi Papua saat ini. Berikut adalah pernyataan sikap resminya.

Memperhatikan dinamika dan perkembangan situasi Sosial Politik dan Kemanusiaan yang sedang terjadi di Papua saat ini, terutama setelah terjadinya korban pembunuhan tehadap orang Papua, termasuk Pendeta serta dua orang Katekis pada waktu belakangan ini, dan atas dasar pertimbangan kemanusiaan, maka kami Ormas Katolik VOX POPULI INSTITUTE INDONESIA Memberikan Pernyataan sebagai berikut:

Pertama, Kami merasa prihatin atas jatuhnya korban akibat adanya konflik kekerasan yang sudah berlangsung lama di Papua, dan mengutuk dengan keras aksi pembunuhan terhadap  warga sipil di Papua.

Kedua, Konflik kekerasan di Papua bukan hanya berdimensi politis dan separatis, tetapi mencakup dimensi kemanusiaan yakni, korban nyawa manusia setiap kali terjadi kontak senjata, baik dari pihak Aparat Keamanan  maupun antar masyarakat Papua sendiri.

Ketiga, Dimensi kemanusiaan kerap kali menjadi patokan utama dari kebijakan pembangunan di Papua, tetapi dalam  kenyataannya justru orang Papua dan masyarakat Papua pada umumnya yang sering menjadi korban dari kebijakan yang diterapkan melalui pendekatan yang tidak tepat.

Keempat, Mengusulkan kepada Pemerintah  Pusat maupun Daerah agar melakukan pendekatan Pembangunan di Papua atas dasar Kesejahteraan Masyarakat, dan  bukan Pendekatan Keamanan dengan penggunaan senjata kepada masyarakat.

Kelima, Setiap kegagalan penerapan Otonomi Khusus di Papua perlu dilakukan Evaluasi secara komprehensif, dan faktor kegagalan tidak hanya dibebankan kepada Rakyat Papua.

Keenam, Semua pihak perlu berupaya untuk menghentikan setiap sumber kekerasan, apakah karena alasan politik, kepentingan ekonomi atau perbedaan prinsip dan nilai di kalangan masyarakat Papua, melalui jalan dialog dan mediasi damai.

Ketujuh, Pendekatan pembangunan di Papua memerlukan sentuhan yang lebih  humanis berbasis etnografi, dengan menghindari sejauh mungkin tindakan stigmatisasi terhadap masyarakat Papua, dengan pemahaman geopolitik nasional dan dinamika internasional, yang cenderung saling berkorelasi.

Kedelapan, Perlu dilakukan langkah-langkah straragis untuk mengapresiasi dan mendukung semua pihak, terutama pihak pemerintah dalam merespons penembakan terhadap Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Papua sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Kesembilan, Oleh karena itu, diperlukan adanya mekanisme bersama dari semua pemangku kepentingan untuk menghentikan siklus kekerasan di Papua secara  komprehensif, melalui tindakan pengendalian sikap dan perilaku aparat secara lebih humanis.

Kesepuluh, Kekerasan tidak akan menyelesaikan persoalan, tetapi justru akan menghasilkan dan mereproduksi kekerasan baru. Dengan demikian, maka penegakan hukum di Papua harus dilaksanakan secara murni dan konsekuen serta tegas dan transparan.